MENGENAL NORMA HUKUM DASAR DAN NORMA PERUNDANG-UNDANGAN

 



        Istilah norma berasal dari bahasa Inggris yaitu norm yang berarti “usual or expected way of behaving”. Maksudnya adalah norma umum yang berisi dasar penentu bagaimana seharusnya orang berperilaku atau cara ia berperilaku. Norma hadir untuk menertibkan, mengatur, dan menjaga hubungan kehidupan antar masyarakat. Peraturan peraturan atau nilai yang ada dalam norma harus dipatuhi dan dijadikan sebagai pedoman dalam bertingkah laku. Dalam perkembangannya, tentu kita mengenal banyak sekali norma yang menyebar di masyarakat, seperti norma kesopanan, norma hukum, norma kesusilaan, dan norma agama. Semua norma tersebut sejatinya bersifat penting di dalam kehidupan manusia, tanpa norma tentu tidak bisa kita bayangkan banyak kekacauan yang akan terjadi dimana mana.

  Sama hal nya dalam kehidupan bernegara. Tujuan negara Indonesia yang bersifat nasional sejatinya telah disebutkan sejak masa kemerdekaan, yaitu dalam alinea keempat pembukaan UUD 1945 “untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, serta mencerdaskan kehidupan bangsa.” Untuk mewujudkan tujuan tersebut, tentunya norma memiliki posisi yang penting, bukan hanya sebagai pedoman berperilaku tetapi juga pedoman dasar bagi aparatur pemerintahan dalam mengeluarkan kebijakan kebijakannya.

            Dalam kehidupan bernegara, yang disebut dan dijadikan norma itu dimulai dari konstitusi, dilanjutkan dengan norma hukum yang dibentuk atas dasar konstitusi, lalu hukum yang substantif atau materil dan kemudian seterusnya. Norma membentuk norma yang menjadi dasar pembentukan norma yang lebih tinggi. Norma yang dibentuk dari norma dasar yang dibentuknya harus selaras dan tidak boleh bertentangan dengan norma dasar pembentukannya. Jadi dapat kita katakan bahwa norma tertinggi harus dijadikan acuan atau pedoman bagi pembentukan norma dibawahnya atau norma yang lebih rendah.

Serupa dengan isi dari teori jenjang norma yang dikembangkan oleh murid Hans Kelsen yaitu Hans Nawiasky. Dalam buku Hans Kelsen yang berjudul allegemeine Rechtslehre, ia mengemukakan bahwa norma hukum dari negara selalu berjenjang-jenjang. Maksudnya norma yang dibawah berlaku dan berdasar pada norma yang lebih tinggi, norma yang lebih tinggi juga berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi, dan seperti itu seterusnya hingga mencapai titik puncak yaitu norma tertinggi atau norma dasar. Selain itu, muridnya Hans Nawiasky juga berpendapat bahwa norma bukan hanya berjenjang jenjang saja tetapi juga berkelompok. Ia kemudian mengelompokkan nya kedalam 4 kelompok besar yang diantaranya terdiri atas:

  1. Kelompok I     : staatspundamentalnorm (Norma Pundamental Negara).
  2. Kelompok II    : Staatgrundsetz (aturan dasar/pokok negara)
  3. Kelompok III : Formell Gesetz (Undang-undang formal)
  4. Kelompok IV : Verordnung dan autonome satzung (aturan pelaksana dan aturan otonom).

Dari paparan 4 kelompok besar diatas, maka yang kita sebut sebagai norma dasar (grundnorm) itu termasuk pada kelompok I atau istilahnya “Staatspundamentalnorm”. A. Hamid S. Attamimi menyebut istilah tersebut dengan norma fundamental negara. Norma ini adalah norma tertinggi dalam suatu negara yang memang telah ditetapkan terlebih dahulu oleh masyarakat di suatu negara bukan dibentuk oleh norma yang lebih tinggi lagi. Norma fundamental juga dijadikan sebagai pedoman, tonjakan, dasar atau tempat bergantungnya pembentukan norma hukum yang ada dibawahnya. Jadi norma selanjutnya harus selaras dan tidak boleh bertentangan dengan norma fundamental negara. Dalam tatanan kenegaraan, maka norma ini menjadi suatu dasar dalam pembentukan konstitusi termasuk norma pengubahnya. Adapun yang termasuk kedalam norma fundamental atau norma hukum dasar di Indonesia adalah pancasila.

Penempatan pancasila sebagai norma fundamental atau Staatspundamentalnorm, pertama kali dicetuskan dan disampikan oleh “Notonagoro”. Dengan begitu maka secara tidak langsung ia memposisikan pancasila diatas Undang Undang Dasar atau konstitusi. Pancasila sebagai dasar falsafah dan ideologi negara yang diharapkan mejadi pandangan hidup bangsa Indonesia dan tentu dalam hal ini juga diharapkan menjadi patokan dalam membentuk peraturan peraturan dibawahnya. Pancasila sebagai falsafah bangsa dan sebagai norma dasar grundnorm memiliki tingkat abstrasi yang sangat tinggi. Untuk itu maka pancasila senantiasa menjadi penerang dan pengarah semua bentuk pengembanan hukum yang mana harus berlandaskan pada nilai nilai pancasila.

Pembentukan hukum selanjutnya dibawah dari norma dasar pancasila adalah UUD 1945 yang mana termasuk dalam kelompok 2 atau Staatgrundsetz.  Di Indoneisa biasa kita sebut dengan istilah aturan dasar atau aturan pokok negara. Aturan pokok tersbeut tertuang dalam batang tubuh UUD 1945 dan ketetapan Majelis Permusyawaratan serta untuk hukum tidak tertulisnya yaitu konvensi ketatanegaraan. Sejalan dengan konsep teori Hans Nawiasky, aturan pokok negara ini juga dibentuk berlandaskan pada norma dasar atau norma fundamental negara yaitu pancasila. Kemudian, aturan dasar pokok negara ini nantinya akan diteruskan juga sebagai landasan bagi pembentukan undan-undang (Formell gesetz) dan peraturan lain yang lebih rendah. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 “Staatsgrundsetz” imi disebut dengan istilah aturan pokok yang disebutkan juga dalam penjelasan umum angka IV UUD 1945, yang mana berbunyi:

“Maka Cukum jelas jikalau UUD hanya membuat atura-aturan pokok, hanya membuat garis-garis besar sebagai intruksi kepada pemerintah pusat dan lain-lain. Penyelenggara negar untuk menyelenggarakan kehidupan bernegara dan kesejatraan sosial. Terutama bagi negar-negar yang masih muda, lebih baik hukum dasar yang tertulis itu hanya memuat aturan-aturan pokok itu diserahkan kepada undang-undang yang lebih mudah cara membuatnya. Mengubah dan mencabutnya

 

Dengan begitu maka isi dari aturan pokok negara ini bukan hanya terkait aturan yang memberlakukan dan memberikan kekuatan mengikat kepada norma hukum peraturan perundang-undangan saja tetapi juga menggariskan terkait sistematika cara pembentukannya yang mengikat secara umum. Adapun jika kita membahas hubungan antara norma dasar hukum (Staatspundamentalnorm) yaitu pancasila dengan norma perundang-undangan, maka dapat kita lihat bahwa sebagai norma dasar maka pancasila adalah norma tertinggi yang harus dipatuhi dan dijadikan pedoman dalam pembentukan peraturan dibawahnya. Selanjutnya untuk norma perundang-undangan sendiri, berlandaskan pada norma setelah pancasila yaitu norma UUD 1945 sebagai aturan pokok negara (Staatgrundsetz) yang mana tentu sebelum itu UUD 1945 berdasar ada norma dasar pancasila. Hubungan ketiganya ini merupakan implementasi atau gambaran dari konsep teori norma berjenjang-jenjang Hans Nawiasky, dimana norma satu berlandas pada norma paling tinggi, norma paling tinggi berlandas pada yang lebih tinggi lagi, hingga akhirnya bertemu pada norma tertinggi atau norma dasar.



Sumber

        A. Hamid attamimi, UUD 1945-Tap MPR Undang-Undang (Kaitan Norma Hukum Ketiganya) (Jakarta 31 november 1981), hlm 5.

        Hamid Attamimi, Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia Dalam Penyelenggaraan Pemerintah Negara( Satu Studi Analisis Keputusan Presiden yang berfungsi Pengaturan Dalam Kurun Waktu Pelita I Pellita VI), Disertasi Doktor Universitas Indonesia, (Jakarta : 1990), hlm 359.

        Hans Nawiasky, Allgemeine als recht System Lichen Grundbegriffe, (ensiedenln /Zurich/koln, benziger, cet. 2 1948), hlm 31 dst.

        Maria Farida Indrati Sueprapto, Ilmu Perundang-Undangan, (Jakarta: Kanisius, 1998), hlm 31.

        Pinasang, Dani. 2012. Falsafah Pancasila Sebagai Norma Dasar (Grundnorm) Dalam Rangka Pengembanan Sistem Hukum Nasional. Pinasang D: Falsafah Pancasila. Vol: XX, No:03

        Pradana, A.Azis.Arasy. 2020. Pengertian Grundnorm dan Staatsfundamentalnorm. https://www.hukumonline.com/klinik/a/pengertian-igrundnorm-i-dan-istaatsfundamentalnorm-i-lt5ec227e60ca47.  



Penulis: Sifa Alfyyah Asathin/IH/2022 | Editor: Zidan Wahyu Awaluddin/Anggota Ministry Education and Research

Post a Comment

0 Comments